Minggu, 22 Februari 2015

Contoh Cerpen Berdasarkan Pengalaman Pribadi




Hari itu adalah hari Minggu, hari dimana sekolah diliburkan. Walaupun hari itu hari minggu, aku tidak pernah bangun siang. Pagi hari setelah bangun dan mandi aku bergegas menuju depan komputer. Mataku langsung terpaku menatap layar komputer dari  pagi hingga siang. Aku mendengar dan melihat orang tuaku sedang membicarakan sesuatu di ruang makan. “Sepertinya sesuatu yang penting”, pikirku. Namun aku tidak ingin ikut campur dalam urusan mereka berdua, karena dapat dianggap sebagai anak yang tidak sopan. Aku juga tidak bertanya pada mereka apa yang mereka bicarakan tadi siang. 

            Malam harinya, Ayahku menyampaikan sesuatu kepada kami semua. Kami semua sekarang terduduk di ruang keluarga. Sambil menanti apa yang ingin disampaikan oleh Ayah. “2 minggu lagi Ayah akan dimutasi ke Malang” katanya. “Apakah benar begitu”, tanyaku. Hal ini tentu saja membuatku terkejut. Bagaimana tidak, kami belum genap setahun menempati rumah ini, dan beberapa minggu lagi kami harus pindah keluar provinsi. Kulihat adik-adikku menampilkan raut wajah yang ceria. “Bukankah enak kita bisa tinggal di tempat sedingin Malang, tidak seperti di Jakarta yang panas ini” adikku menimbali. “Ya tentu saja”, balasku.

            Sebelum tidur aku terus memikirkan tentang hal tersebut.”Bagaimana kondisi di Malang”. “Apakah menyenangkan tinggal di Malang”. “Apakah teman-temanku baik-baik semua”, pikirku. Sebenarnya kami sekeluarga lahir di Malang. Hanya saja karena tuntutan pekerjaan menyebabkan ayahku harus sering tinggal berpindah-pindah, mulai dari Sulawesi, Kepulauan Riau, hingga Jakarta seperti saat ini. Aku terus memikirkan hal ini hingga akhirya aku tertidur.

            Keesokan harinya, aku menyampaikan berita ini kepada teman-temanku disekolah Sebenarnya aku juga tidak terlalu suka menyampaikan berita buruk kepada orang lain, namun kali ini aku harus menyampaikannya. Hal ini sontak membuat banyak temanku terkejut. “Bukankah kamu baru bersekolah disini selama 1 tahun”, tanyanya. “Iya memang begitu, tapi karena tuntutan pekerjaan ayahku aku harus pidah ke Malang” jawabku. Beberapa dari mereka malah menyarankan agar aku tidak ikut pindah bersama keluargaku ke Malang. Sontak aku tertawa, “ditinggal seharian keluar saja aku sudah bingung, bagaimana jika ditinggal hingga waktu yang tidak ditentukan, sampai keluar provinsi pula”,balasku

            Seminggu sudah berlalu. “Tinggal seminggu lagi waktu kita di Jakarta”, kata ayaku. “Tidak terasa ya sebentar lagi kita akan pindah ke Malang, aku sudah tidak sabar” Jawab adikku. Ada rasa senang yang mendominasi di dalam hatiku,  karena sebentar lagi akan bersekolah dan tinggal di kota Malang, namu ada juga rasa sedih ketika akan meninggalkan semua teman lamaku di Jakarta.

 Keesokan harinya bertepatan juga dengan hari terakhir sekolah, di semester genap. Berbagai ucapan perpisahan ku dapatkan hari ini. Ada juga temanku yang mengajak untuk mengadakan pesta perpisahan. Walau sebenarnya aku juga kurang menyukai pesta apalagi yang berhubungan dengan perpisahan, aku pun mengiyakannya saja karena takut akan menyakiti perasaanya

            Sepulang sekolah kulihat ada beberapa kardus yang siap dibawa ke Malang melalui truk. “Ayo bantu membereskan barang-barang”, perintah ibuku. Aku bergegas menuju kamarku untuk membantu mengemasi semua barang, kecuali beberapa barang yang masih digunakan selama beberapa hari ini. Hari ini juga koneksi internet dan televisi di rumahku dicabut. “Yaah, bagaimana kalau kita mau main game, atau melihat film-film”, keluh adikku. “sudahlah nanti saja kalau sudah sampai di Malang”, jawabku. “Jadilah hari ini hari yang hampa, tanpa TV, Internet”, keluh adikku. 

            2 hari berikutnya kami baru selesai mengemasi seluruh barang. Kulihat diruang tamu sudah terdapat berpuluh-puluh kardus bertumpuk-tumpuk siap dibawa ke Malang. Hanya tersisa 2 buah kasur, surat-surat penting, beserta beberapa baju kami di rumah itu. Tepat pukul 11 siang, kulihat truk pengangkut barang-barang itu sudah datang. “Ayo bantu memasukkan barang ke truk”, perintah ayahku. Aku segera memasukkan beberapa barang-barang yang mampu kuangkat ke dalam truk. “Rumah ini sudah menjadi kosong, seperti pertama kali kita menempatinya”, kata ayahku. “Ya benar”, jawab kami semua.

            Tinggal tersisa 3 hari lagi sebelum keberangkatan, “Untung saja begitu dapat kabar mutasi, Ayah langsung membeli tiket pesawat, lihatlah semua tiket pesawat sudah habis” kata ayahku. Memang perpindahan kami bebarengan dengan libur sekolah, jadi banyak orang yang ingin berlibur keluar provinsi. Sehingga mengakibatkan banyak tiket yang habis. Beberapa anak terdengar memangil namaku didepan rumah. Aku segera keluar menemuinya. “Ada apa?”, tanyaku. “Apa kamu lupa”, jawabnya.

            Aku mencoba mengingat ada apa dengan hari ini, mengapa mereka mendatangi rumahku. “Hari ini kan pesta perpisahanmu”, jawabnya. “Oh iya aku hampir lupa”, jawabku. “Bagaimana sih kamu, masih muda kok sudah pelupa”, balasnya. Yang segera disambut gelak tawa oleh kami semua. “Ya maaf”, jawabku.

            “Aku pergi dulu ya”, izinku. “Tunggu dulu kamu mau ke mana”, Tanya ayah dan ibuku. “Mau ke SD, anak-anak ngadain perpisahan”, jawabku. “Sekalian ambilkan bajunya papa yang baru dilaundrikan ya, tadi ketinggalan di sekolah kayaknya pas mama lagi ngurusin surat pindahmu”, pinta ibuku. “lagian sih mama, kok bisa baju segede gitu, kelupaan. Di sekolah lagi”, jawabku. “Eh, sebentar-sebentar. Papa juga mau nitip tolong printkan di warnet ya tiketnya”, kata ayahku seraya menyerahkan flashdisk. “Hah tiket apa?”, jawabku. “Ya tiket pesawat kita lah” balas ayahku. “Hah, bukanya tiket itu bentuknya kayak buku dan di printkan, sana nya ya”, jawabku. “Itu kan dulu, sekarang kan pake e-ticket”, jawab ayaku. “sudah cepetan, udah ditunggu teman-temanmu itu”, jawabnya.

            “Asalamualaikum” salamku. Aku bergegas pergi ke sekolah bersama adikku. Adikku juga satu sekolahan denganku hanya saja terpaut 3 kelas dariku. Setibanya disana aku langsung menuju lab TIK. Disana terlihat juga ada beberapa orang, termasuk guru TIK ku. Guru TIKku juga merupakan sahabatku.

            Disana kami melakukan banyak hal, mulai dari menyanyi bersama, melihat film bersama, foto-foto, dan berbagai hal menyenangkan lainnya. Sekarang sudah menunjukkan pukul  15:00, itu tandanya kami sudah berpesta selama 4 jam lamanya. Saya sudah mulai merasakan lelah. Pukul 16:00 kami akhirnya kembali kerumah masing-masing saya hampir lupa pesan ayah saya. Saya kemudian segera bergegas pergi ke warnet. Aku segera mengambil tempat dan memasukkan flashdisk tadi ke port USB. “Ini tiket model apa sih”, pikirku dalam hati. Melihat lembaran sambil melihat ke layar komputer. Tanpa piker panjang aku lalu meminta tolong kepada operatornya untuk mengeprintkan lembaran tiket tadi. Setelah selesai aku langsung bergegas kerumah.

            “Ini pa tiketnya”, kataku sambil menyerahkan tiketnya. “Iya makasih, ini ganti uangnya untuk ke warnet”, jawabnya. “Lho sekarang tiketnya apa memang gitu?” tanyaku. “Iya, demi menghemat kertas mungkin”, jawab ayahku

            Hari ini merupakan hari keberangkatan kami. Pesawat kami berangkat pada pukul 15:00 jadi kami tidak perlu berangkat terlalu pagi. Pagi harinya kulihat para tetangga datang kerumahku untuk menyampaikan ucapan selamat tinggal. Tidak hanya para tetangga, teman-teman orangtuaku juga banyak yang datang untuk mengucapkan ucapan selamat tinggal. Kulihat semua anggota keluargaku sudah mandi. Hanya tinggal aku yang belum rupanya. Aku kemudian segera mandi dan mengenakan pakaianku. Kulihat ayahku sudah memasukkan barang-barang terakhir ke kopernya. Ada juga beberapa barang yang diberikan kepada tetangga.

            Pukul 11:00 kulihat taksi bandara sudah berada tepat di depan rumahku. Kami segera memasukkan koper kami ke dalam taksi dan bergegas berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta. Setibanya disana kami langsung check in dan menunggu di ruang tunggu. Kulihat awan hari ini berwarna hitam pekat yang menandakan akan terjadinya hujan. Aku agak khawatir bila pesawat yang kami tumpangi nantinya akan tersambar petir. “tidak, pesawat kita akan terbang diatas awan jadi kamu tidak perlu takut”, jawab ayah saya. Terdengar pengumuman bahwa penerbngan kami di tunda akan ditunda. “sial”, batinku. Untuk menghilangkan bosan, aku berjalan-jalan mengelilingi terminal. Aku mencoba berjalan keluar menuju area jembatan gateway atau jembatan yang biasa digunakan untuk menuju pesawat. Terdengar suara deru mesin yang keras, yang menyebabkanku untuk kembali kedalam.

            Akhirnya kami masuk juga kedalam pesawat, saya memilih bangku di pojok sebelah jendela untuk mengamati suasana luar. Penumpang sudah memenuhi pesawat, mesin sudah berderu keras, dan pesawat sudah mengelilingi landas pacu. Ini menandakan bahwa pesawat kami akan segera berangkat. Terlihat bahwa tanda sabuk pengaman sudah dinyalakan. Pesawat kami kemudian lepas landas dengan cepatnya. Perlahan-lahan bandara soekarno-hatta sudah jauh dibelakang kita, “Selamat tinggal Jakarta”, batinku,semakin lama daratan makin terlihat kecil. Yang ada dibawah kami hanyalah gumpalan awan. 

            Perlahan daratan mulai terlihat lagi, mula-mula terlihat laut. Kemudian mulai terlihat rumah penduduk dan sawah-sawah. Semakin lama pesawat kami semakin dekat dengan udara. Tanda sabuk pengaman segera dinyalakan. Pragumari sudah menyampaikan bahwa sebentar lagi pesawat kami akan segera mendarat. “Selamat Datang Malang”, batinku

            Pukul 17:30 pesawat kami akhirnya mendarat dengan mulus di Bandara Juanda. Kami segera turun dari pesawat dan mengambil muatan bagasi kami. Dengan menumpang taksi bandara, kami kemudian pergi ke Kota Malang, benar-benar perjalanan yang sangat jauh pikirku. Akhirnya kami tiba juga di Kota Malang. Kami kemudian pergi ke rumah orangtua ayah saya, dikarenakan kami akan tinggal beberapa bulan disana, sebelum berpindah ke rumah yang baru, saat kulihat jam ternyata sudah menunjukkan pukul 22:00.. Betapa lelahnya aku hari ini.
           
           

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar