Hari
itu adalah hari Minggu, hari dimana sekolah diliburkan. Walaupun hari itu hari
minggu, aku tidak pernah bangun siang. Pagi hari setelah bangun dan mandi aku
bergegas menuju depan komputer. Mataku langsung terpaku menatap layar komputer
dari pagi hingga siang. Aku mendengar
dan melihat orang tuaku sedang membicarakan sesuatu di ruang makan. “Sepertinya
sesuatu yang penting”, pikirku. Namun aku tidak ingin ikut campur dalam urusan
mereka berdua, karena dapat dianggap sebagai anak yang tidak sopan. Aku juga
tidak bertanya pada mereka apa yang mereka bicarakan tadi siang.
Malam harinya, Ayahku menyampaikan
sesuatu kepada kami semua. Kami semua sekarang terduduk di ruang keluarga.
Sambil menanti apa yang ingin disampaikan oleh Ayah. “2 minggu lagi Ayah akan
dimutasi ke Malang” katanya. “Apakah benar begitu”, tanyaku. Hal ini tentu saja
membuatku terkejut. Bagaimana tidak, kami belum genap setahun menempati rumah
ini, dan beberapa minggu lagi kami harus pindah keluar provinsi. Kulihat
adik-adikku menampilkan raut wajah yang ceria. “Bukankah enak kita bisa tinggal
di tempat sedingin Malang, tidak seperti di Jakarta yang panas ini” adikku
menimbali. “Ya tentu saja”, balasku.
Sebelum tidur aku terus memikirkan
tentang hal tersebut.”Bagaimana kondisi di Malang”. “Apakah menyenangkan
tinggal di Malang”. “Apakah teman-temanku baik-baik semua”, pikirku. Sebenarnya
kami sekeluarga lahir di Malang. Hanya saja karena tuntutan pekerjaan
menyebabkan ayahku harus sering tinggal berpindah-pindah, mulai dari Sulawesi,
Kepulauan Riau, hingga Jakarta seperti saat ini. Aku terus memikirkan hal ini
hingga akhirya aku tertidur.
Keesokan harinya, aku menyampaikan
berita ini kepada teman-temanku disekolah Sebenarnya aku juga tidak terlalu
suka menyampaikan berita buruk kepada orang lain, namun kali ini aku harus
menyampaikannya. Hal ini sontak membuat banyak temanku terkejut. “Bukankah kamu
baru bersekolah disini selama 1 tahun”, tanyanya. “Iya memang begitu, tapi
karena tuntutan pekerjaan ayahku aku harus pidah ke Malang” jawabku. Beberapa
dari mereka malah menyarankan agar aku tidak ikut pindah bersama keluargaku ke
Malang. Sontak aku tertawa, “ditinggal seharian keluar saja aku sudah bingung,
bagaimana jika ditinggal hingga waktu yang tidak ditentukan, sampai keluar
provinsi pula”,balasku
Seminggu sudah berlalu. “Tinggal
seminggu lagi waktu kita di Jakarta”, kata ayaku. “Tidak terasa ya sebentar
lagi kita akan pindah ke Malang, aku sudah tidak sabar” Jawab adikku. Ada rasa
senang yang mendominasi di dalam hatiku,
karena sebentar lagi akan bersekolah dan tinggal di kota Malang, namu
ada juga rasa sedih ketika akan meninggalkan semua teman lamaku di Jakarta.
Keesokan harinya bertepatan juga dengan hari
terakhir sekolah, di semester genap. Berbagai ucapan perpisahan ku dapatkan
hari ini. Ada juga temanku yang mengajak untuk mengadakan pesta perpisahan.
Walau sebenarnya aku juga kurang menyukai pesta apalagi yang berhubungan dengan
perpisahan, aku pun mengiyakannya saja karena takut akan menyakiti perasaanya
Sepulang sekolah kulihat ada
beberapa kardus yang siap dibawa ke Malang melalui truk. “Ayo bantu membereskan
barang-barang”, perintah ibuku. Aku bergegas menuju kamarku untuk membantu
mengemasi semua barang, kecuali beberapa barang yang masih digunakan selama
beberapa hari ini. Hari ini juga koneksi internet dan televisi di rumahku
dicabut. “Yaah, bagaimana kalau kita mau main game, atau melihat film-film”,
keluh adikku. “sudahlah nanti saja kalau sudah sampai di Malang”, jawabku.
“Jadilah hari ini hari yang hampa, tanpa TV, Internet”, keluh adikku.
2 hari berikutnya kami baru selesai
mengemasi seluruh barang. Kulihat diruang tamu sudah terdapat berpuluh-puluh
kardus bertumpuk-tumpuk siap dibawa ke Malang. Hanya tersisa 2 buah kasur,
surat-surat penting, beserta beberapa baju kami di rumah itu. Tepat pukul 11
siang, kulihat truk pengangkut barang-barang itu sudah datang. “Ayo bantu
memasukkan barang ke truk”, perintah ayahku. Aku segera memasukkan beberapa
barang-barang yang mampu kuangkat ke dalam truk. “Rumah ini sudah menjadi
kosong, seperti pertama kali kita menempatinya”, kata ayahku. “Ya benar”, jawab
kami semua.
Tinggal tersisa 3 hari lagi sebelum
keberangkatan, “Untung saja begitu dapat kabar mutasi, Ayah langsung membeli
tiket pesawat, lihatlah semua tiket pesawat sudah habis” kata ayahku. Memang
perpindahan kami bebarengan dengan libur sekolah, jadi banyak orang yang ingin
berlibur keluar provinsi. Sehingga mengakibatkan banyak tiket yang habis.
Beberapa anak terdengar memangil namaku didepan rumah. Aku segera keluar
menemuinya. “Ada apa?”, tanyaku. “Apa kamu lupa”, jawabnya.
Aku mencoba mengingat ada apa dengan
hari ini, mengapa mereka mendatangi rumahku. “Hari ini kan pesta perpisahanmu”,
jawabnya. “Oh iya aku hampir lupa”, jawabku. “Bagaimana sih kamu, masih muda
kok sudah pelupa”, balasnya. Yang segera disambut gelak tawa oleh kami semua.
“Ya maaf”, jawabku.
“Aku pergi dulu ya”, izinku. “Tunggu
dulu kamu mau ke mana”, Tanya ayah dan ibuku. “Mau ke SD, anak-anak ngadain
perpisahan”, jawabku. “Sekalian ambilkan bajunya papa yang baru dilaundrikan ya, tadi ketinggalan di
sekolah kayaknya pas mama lagi ngurusin surat pindahmu”, pinta ibuku. “lagian sih mama, kok bisa baju segede gitu, kelupaan. Di sekolah lagi”, jawabku. “Eh, sebentar-sebentar. Papa
juga mau nitip tolong printkan di warnet ya tiketnya”, kata ayahku seraya
menyerahkan flashdisk. “Hah tiket
apa?”, jawabku. “Ya tiket pesawat kita lah” balas ayahku. “Hah, bukanya tiket
itu bentuknya kayak buku dan di printkan, sana
nya ya”, jawabku. “Itu kan dulu, sekarang kan pake e-ticket”, jawab ayaku. “sudah cepetan, udah ditunggu teman-temanmu
itu”, jawabnya.
“Asalamualaikum” salamku. Aku
bergegas pergi ke sekolah bersama adikku. Adikku juga satu sekolahan denganku
hanya saja terpaut 3 kelas dariku. Setibanya disana aku langsung menuju lab
TIK. Disana terlihat juga ada beberapa orang, termasuk guru TIK ku. Guru TIKku
juga merupakan sahabatku.
Disana kami melakukan banyak hal,
mulai dari menyanyi bersama, melihat film bersama, foto-foto, dan berbagai hal
menyenangkan lainnya. Sekarang sudah menunjukkan pukul 15:00, itu tandanya kami sudah berpesta
selama 4 jam lamanya. Saya sudah mulai merasakan lelah. Pukul 16:00 kami
akhirnya kembali kerumah masing-masing saya hampir lupa pesan ayah saya. Saya
kemudian segera bergegas pergi ke warnet.
Aku segera mengambil tempat dan memasukkan flashdisk tadi ke port USB.
“Ini tiket model apa sih”, pikirku dalam hati. Melihat lembaran sambil melihat
ke layar komputer. Tanpa piker panjang aku lalu meminta tolong kepada operatornya untuk mengeprintkan lembaran tiket tadi. Setelah selesai aku langsung
bergegas kerumah.
“Ini pa tiketnya”, kataku sambil
menyerahkan tiketnya. “Iya makasih, ini ganti uangnya untuk ke warnet”,
jawabnya. “Lho sekarang tiketnya apa memang gitu?” tanyaku. “Iya, demi
menghemat kertas mungkin”, jawab ayahku
Hari ini merupakan hari
keberangkatan kami. Pesawat kami berangkat pada pukul 15:00 jadi kami tidak
perlu berangkat terlalu pagi. Pagi harinya kulihat para tetangga datang
kerumahku untuk menyampaikan ucapan selamat tinggal. Tidak hanya para tetangga,
teman-teman orangtuaku juga banyak yang datang untuk mengucapkan ucapan selamat
tinggal. Kulihat semua anggota keluargaku sudah mandi. Hanya tinggal aku yang
belum rupanya. Aku kemudian segera mandi dan mengenakan pakaianku. Kulihat
ayahku sudah memasukkan barang-barang terakhir ke kopernya. Ada juga beberapa
barang yang diberikan kepada tetangga.
Pukul 11:00 kulihat taksi bandara
sudah berada tepat di depan rumahku. Kami segera memasukkan koper kami ke dalam
taksi dan bergegas berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta. Setibanya disana kami
langsung check in dan menunggu di
ruang tunggu. Kulihat awan hari ini berwarna hitam pekat yang menandakan akan
terjadinya hujan. Aku agak khawatir bila pesawat yang kami tumpangi nantinya
akan tersambar petir. “tidak, pesawat kita akan terbang diatas awan jadi kamu
tidak perlu takut”, jawab ayah saya. Terdengar pengumuman bahwa penerbngan kami
di tunda akan ditunda. “sial”, batinku. Untuk menghilangkan bosan, aku
berjalan-jalan mengelilingi terminal. Aku mencoba berjalan keluar menuju area
jembatan gateway atau jembatan yang
biasa digunakan untuk menuju pesawat. Terdengar suara deru mesin yang keras,
yang menyebabkanku untuk kembali kedalam.
Akhirnya kami masuk juga kedalam
pesawat, saya memilih bangku di pojok sebelah jendela untuk mengamati suasana
luar. Penumpang sudah memenuhi pesawat, mesin sudah berderu keras, dan pesawat
sudah mengelilingi landas pacu. Ini menandakan bahwa pesawat kami akan segera
berangkat. Terlihat bahwa tanda sabuk pengaman sudah dinyalakan. Pesawat kami
kemudian lepas landas dengan cepatnya. Perlahan-lahan bandara soekarno-hatta
sudah jauh dibelakang kita, “Selamat tinggal Jakarta”, batinku,semakin lama
daratan makin terlihat kecil. Yang ada dibawah kami hanyalah gumpalan awan.
Perlahan daratan mulai terlihat
lagi, mula-mula terlihat laut. Kemudian mulai terlihat rumah penduduk dan
sawah-sawah. Semakin lama pesawat kami semakin dekat dengan udara. Tanda sabuk
pengaman segera dinyalakan. Pragumari sudah menyampaikan bahwa sebentar lagi
pesawat kami akan segera mendarat. “Selamat Datang Malang”, batinku
Pukul 17:30 pesawat kami akhirnya
mendarat dengan mulus di Bandara Juanda. Kami segera turun dari pesawat dan
mengambil muatan bagasi kami. Dengan menumpang taksi bandara, kami kemudian
pergi ke Kota Malang, benar-benar perjalanan yang sangat jauh pikirku. Akhirnya
kami tiba juga di Kota Malang. Kami kemudian pergi ke rumah orangtua ayah saya,
dikarenakan kami akan tinggal beberapa bulan disana, sebelum berpindah ke rumah
yang baru, saat kulihat jam ternyata sudah menunjukkan pukul 22:00.. Betapa
lelahnya aku hari ini.
0 komentar:
Posting Komentar